EMPAT
tumpukan tempat telur kertas bekas setinggi pinggang orang dewasa tersusun tak jauh dari alat penimbang sampah di sebuah ruangan yang cukup besar. Di dekatknya ada juga dua karung dan beberapa kantong plastik berisi botol serta gelas minuman sisa pakai. Ruangan tersebut relatif kosong, hanya tersisa beberapa jenis sampah saja. Kotak-kotak yang tertulis jenis sampah, tak berisi.
Menurut pihak bank sampah, sampah-sampah yang menggunung di ruang penampungan itu, baru kemarin dijual ke pengepul besar di Kota Pekanbaru. “Sampah kami tinggal ini. Kemarin baru saja kami jual. Di ruangan ini kami menimbang dan mengumpulkan sampah yang diantarkan nasabah,” kata Sekretaris Bank Sampah Induk Pelangi Kota Siak, Sugiarti, Kamis (3/10/2022).
Terdapat empat bangunan utama di lahan bank sampah itu berdiri. Satu bangunan difungsikan sebagai kantor, satu bangunan tempat mesin press sampah serta dua bangunan lainnya difungsikan sebagai tempat mengumpulkan serta menimbang sampah. Ada 9 orang petugas dan 3 security yang bekerja di sana.
Tak jauh dari bangunan kantor, ada sebuah mushala kecil yang dibuat dari barang-barang bekas pakai. Selain dari material kayu, juga terdapat sejumlah botol yang disusun menjadi dinding mushala.
Bank sampah merupakah konsep pengumpulan sampah kering rumah tangga, seperti plastik, kertas, kaleng, dan lain-lain yang menerapkan sistem konversi dari sampah menjadi uang, untuk meningkatkan partisipasi warga dalam memilah serta mendaur ulang sampah.
Bank sampah menggunakan konsep 3R mencegah timbulnya sampah (reduce), menggunakan ulang sampah (reuse), serta mendaur ulang sampah (recycle).
Sampah di Bank Sampah Induk Pelangi yang ada di Kota Siak, Provinsi Riau tersebut sebelum dijual ke pengepul besar, dilakukan pemilahan sesuai dengan jenis sampahnya. Ada 30 jenis sampah yang dihargai oleh Bank Sampah Induk Pelangi. Diantaranya yang paling mahal adalah sampah kaleng minuman yang dibeli dari nasabah Rp10.000 per kilogram, almunium Rp5.000, gelas aqua bersih Rp4.500, besi padu Rp3.000, botol putih dan kara oli Rp2.500 per kilogram.
“Harga tersebut bisa turun bila sampah yang diantar oleh nasabah dalam kondisi kotor atau masih tercampur jenisnya. Dan harga setiap jenis sampah juga tidak tetap, bisa naik ataupun turun. Bila harga di pengepul minggu ini turun, kita akan pantau hingga berapa waktu. Begitu pula bila naik. Kita baru melakukan penyesuaian harga bila perubahan harganya sudah relative tetap,” lanjut Sugiarti.
Sejak awal beroperasi Tahun 2013 hingga kini, jumlah nasabah aktif bank sampah pertama di Kota Siak ini sudah mencapai 700 orang. Bila dihitung dengan yang tidak aktif, bisa mencapai 900 orang.
“Nasabah yang kurang aktif berasal dari para pelajar. Banyak pelajar yang sudah melanjutkan studi ke luar daerah. Jadi mereka tidak aktif lagi menabung di bank sampah ini. Kita melakukan sosialisasi bank sampah ini hingga ke sekolah-sekolah. Jadi nasbah kita juga berasal dari kalangan pelajar,” terangnya.
Menabung di bank sampah tidak harus datang langsung. Nasabah bisa menghubungi petugas bank sampah bila sampahnya ingin dijemput. Petugas akan menjemput untuk memudahkan nasabah dalam proses pengangkutan. Biasanya hal itu terjadi bila sampah sang nasabah cukup banyak dan mengalami kesulitan untuk membawanya ke bank sampah.
Pelayanan diberikan dari Hari Senin hingga Jumat. Bila sampah cukup banyak dan harus dipilah, maka bank sampah akan buka di hari Sabtu maupun Minggu.
Bank sampah salah satu sektor yang juga terdampak Pandemi Covid-19. Jumlah sampah yang masuk ke bank sampah jauh berkurang karena masyarakat takut bersentuhan dengan barang bekas. Bila sebelumnya dalam satu bulan bisa mencapai 11 ton, karena pandemi, volume sampah hanya 2 sampai 3 ton saja.
“Berkurangnya pasokan sampah, juga lantaran keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Sebelumnya sampah dibuang ke sini dan kami yang kelola. Kini di TPA pun sudah ada mesin press sampah, sehingga sampah sudah dikelola sepenuhnya di sana,” jelas perempuan yang acap disapa Atik ini.
Sampah yang ada di Bank Sampah Induk Pelangi kini hanya berasal dari petugas kebersihan seperti penyapu jalan, pemilik usaha atau warung dan segelintir masyarakat saja. Untuk menambah jumlah nasabah dan volume sampah, bank sampah akan terus berupaya mengajak masyarakat menabung sampah dan mengelola sampah rumah tangganya.
“Di awal memperkenalkan bank sampah ini, kami dibantu oleh Siak Radio. Kami juga menyebar brosur dan membuat spanduk-spanduk agar masyarakat tahu keberadaan bank sampah ini. Saat ini di Kota Siak sudah ada lebih dari satu bank sampah dan dua pengepul sampah. Sampah yang dulu tidak dilirik, sekarang sudah menjadi barang rebutan,” kata Atik.
“Sampah yang sudah dikumpulkan, bisa saja hilang saat digantung atau ditinggal sebentar,” lanjutnya memberikan gambaran bahwa sampah sudah bernilai.
Manfaat Bank Sampah
Proses pencairan dana di bank sampah sangatlah mudah. Waktu pencairan ditetapkan pada minggu pertama dan ketiga setiap bulannya. Tabungan nasabah tercatat di buku tabungan, sehingga penabung bisa tahu sudah berapa banyak uang yang dikumpulkan dari menabung sampah.
“Dalam sekali pencairan, bisa mencapai 7 juta rupiah tergantung banyaknya nasabah yang datang ingin mencairkan dananya. Ada dua kali jadwal pengambilan dalam satu bulan,” kata Atik.
Biasanya para nasabah mencairkan tabungan kalau ada kebutuhan mendadak atau gaji mereka terlambat. “Kalau ada keperluan mendadak atau gaji terlambat, saya mencairkan dana tabungan di bank sampah,” kata Mariana, nasabah yang cukup produktif di sana.
“Tabungan sampah bisa membantu menutupi kebutuhan dapur dan anak sekolah,” kata beberapa responden yang mengisi quisioner dari Bank Sampah Induk Pelangi.
Melalui quisioner yang disebarkan, bank sampah dapat mengetahui apa saja manfaat yang dirasakan masyarakat dari pengelolaan sampah yang sudah dilakukan selama ini.
Menjadi nasabah bank sampah tidak harus menjadi pemulung. Bagi petugas kebersihan penyapu jalan misalnya, sampah yang mereka jual ke bank sampah adalah hasil mengumpulkan sampah-sampah yang dijumpai saat sedang bertugas. Sebagai petugas kebersihan, tentu saja semua sampah yang ditemui harus dikumpulkan dan dibuang ke tempat sampah yang tersedia. Namun bila sampah tersebut laku dijual ke bank sampah, mereka memilah dan mengumpulkannya di rumah. Setelah jumlahnya cukup banyak, barulah dibawa ke bank sampah.
‘Saya pernah mencairkan tabungan sampah hingga 1 juta rupiah. Jumlah tersebut hasil menabung lebih kurang selama 1 tahun,” kata Yeni yang sudah 7 tahun menjadi petugas kebersihan.
Selain menambah penghasilan, keberadaan bank sampah telah menimbulkan kesadaraan untuk mengumpulkan dan memilah sampah yang memiliki nilai ekonomi. Perlakuan terhadap barang bekas, seperti botol shampo, kertas, kaleng susu dan barang-barang sisa pakai di rumah menjadi lebih baik.
Selain menjual sampah ke pengepul besar di Pekanbaru, Bank Sampah Induk Pelangi juga mendaur ulang sampah menjadi produk kerajinan dan paving block. Meskipun hasilnya masih belum terlalu diminati, mereka tetap berupaya agar sampah bisa bernilai.
“Paving block yang kami produksi hasilnya cukup bagus. Hanya saja terlalu licin bila terkena air. Ini akan berbahaya bagi anak-anak. Tetap bisa dimanfaatkan, misalnya untuk pagar,” jelas Atik.
Kota Adipura
Menginjakkan kaki di Negeri Istana Matahari Timur, siapa pun akan mengagumi kebersihan kotanya. Tak heran bila Kota Siak Sri Indrapura ini mendapatkan penghargaan Adipura empat kali berturut-turut untuk kategori Kota Kecil. Kota di pinggir Sungai Siak ini sudah masuk dalam jajaran kota terbersih di Indonesia.
Piala Adipura ke empat diterima langsung oleh Bupati Siak pada saat itu, Syamsuar (kini Gubernur Riau) langsung dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di Auditorium Dr Soedjarwo, Gedung Manggala Wanabakti Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2019.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah dan Limbah Berbahaya serta Beracun (B3), Jon Efendi, masyarakat Siak cukup peduli dengan sampah. Sosialisasi terus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran tersebut, baik ke sekolah-sekolah maupun ke masyarakat melalui pertemuan-pertemuan formal dan informal.
“Sampah sisa konsumsi masyarakat dikelola di TPA. Ada yang dijadikan pupuk, ada pula yang dijual ke pengepul atau bank sampah setelah dipilah. Saat ini sudah banyak pemulung berkeliling di Kota Siak. Dan sampah kini sudah memiliki nilai ekonomi,” kata Jon melalui sambungan telepon, Jumat (04/11/2022).
Kapasitas sampah di Siak setiap hari sekitar 1 ton untuk Klaster I Siak. Klaster I ini terdiri dari 5 kecamatan. Sedangkan untuk Klaster II Tualang berkapasitas 2 sampai 3 ton per hari.
Sebelum ke TPA, di tempat-tempat tertentu pemerintah daerah menyediakan 3 tong sampah dengan warna berbeda.
Tong sampah warna hijau untuk sampah organic seperti sampah-sampah alami yang mudah terurai di alam seperti sisa makanan, ranting pohon dan dedaunan. Warna kuning untuk tempat sampah anorganik, contohnya plastik, kaleng, styrofoam dan semacamnya. Dan warna merah untuk tempat sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti pecahan kaca, bahan kimia dan komponen elektronik. Tong berwarna biru khusus untuk kertas guna mempermudah proses daur ulang. Sedangkan warna abu-abu, tempat sampah residu seperti popok bekas, pembalut wanita, permen karet, dan lainnya.
“Sampah dedaunan kami jadikan pupuk lalu dijual. Sedangkan sampah berbahan dasar plastik diolah menjadi butiran. Kami bekerjasama dengan pengepul besar di Pekanbaru,” kata Kabid yang belum lama menjabat ini.
“Dari pengepul besar di Pekanbaru, sampah kemudian akan dikirim ke pabrik pengolahan sampah yang ada di Kota Medan,” tambah Sugiarti.
Baik Jon maupun Sugiarti berharap Kota Siak ke depan mendapatkan anugerah Adipura Kencana. “Kota kami sudah empat kali berturut-turut menerima penghargaan Adipura, semoga tahun depan bisa mendapat Adipura Kencana,” tandas Atik.
Kota Siak Sri Indrapura mendapat Anugerah Adipura Nirwasita Tantra Kategori Kota Kecil Terbersih dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setiap tahun, mulai Tahun 2014, 2016, 2017, hingga Tahun 2018. Sebelumnya di Tahun 2009 dan 2013, Siak juga pernah meraih piala Adipura.
Ekonomi Sirkular
Berdasarkan konsep ekonomi sirkular, bank sampah adalah salah satu model penanganan sampah pada bagian tengah anatomi sampah. Bagian ini banyak bersinggungan dengan pengelolaan sampah. Selain ada bagian tengah, tentu juga ada bagian hulu dan hilir.
“Berbicara sirkular ekonomi adalah berbicara tentang siklus tersebut,” kata Dini Trisyanti, konsultan persampahan dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) dalam workshop yang digelar Suara.com pada 29 Oktober 2022 di Jakarta.
Dijelaskannya, di hulu itu adalah proses sebelum sampah sampai ke konsumen. Sampah itu diproduksi oleh suatu perusahaan atau brand. Sedangkan di hilir adalah pihak-pihak yang melakukan proses pengolahan akhir. Sampah didaur ulang menjadi produk lain.
“Hulu, tengah dan hilir itu tidak bisa kita pisah-pisahkan. Semua pihak yang terlibat di tiga elemen itu harus kolaborasi bareng untuk bisa benar-benar kitab isa bersih dan punya bahan baku yang cukup untuk industry daur ulang,” terang Dini.
Ada empat elemen kunci percepatan ekonomi sirkular, yaitu pemenuhan layanan persampahan, model bisnis dan kemitraan, value creation dan pelibatan publik.
“Pada elemen pemenuhan layanan persampahan mencakup layanan pengumpulan, kebijakan lahan infrastruktur persampahan dan pendampingan pemerintah daerah untuk peningkatan pelayanan persampahan,” kata perempuan yang sudah menggeluti sampah sejak Tahun 2004 ini.
Model bisnis dan kemitraan ini bagaimana implementasi skema pembiayaan yang berkelanjutan dan berskala optimal, inovasi teknologi yang dilakukan, kolaborasi public-private serta sinergi anatara sector formal dan informal.
Value creation mencakup penciptaan nilai dan pasar (demand), kandungan daur ulang dan kelayakan daur ulang, sertifikasi dan ecolabel, insentif monetary serta non monetary.
“Elemen terakhir pelibatan public, yaitu bagaimana memobilisasi masyarakat, perilaku konsumen, pelibatan media dan melakukan edukasi. Permasalahan utama dalam ekonomi sirkular terletak pada collecting sampah. Jumlahnya masih sangat kecil,” tandas Dini.
Sejak tahun 2008, Indonesia sudah memiliki regulasi persampahan yaitu Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang tersebut menjadi acuan atau landasan hukum pengelolaan sampah di Indonesia.*
Penulis: WD Utami