TIGA layar besar tersemat di tiga sisi dinding sebuah ruangan tertutup. Dinding ruangan itu hampir penuh oleh layar monitor yang dipantau secara cermat oleh para petugas operator selama 24 jam. Setiap sisi terdiri dari beberapa layar yang lebih kecil. Berbagai macam bentuk grafik dengan aneka warna, peta serta video real time terpampang jelas di sana.
Dari tampilan layar tersebut, bisa terbaca seberapa besar hasil capaian produksi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) setiap harinya. Bahkan bagaimana suasana di lapangan minyak bisa terpantau langsung dari CCTV yang terkoneksi ke dashboard di ruangan itu. Data apapun yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, dapat diperoleh dari sistem tersebut.
Fasilitas yang ada di ruangan control itu disebut dengan Digital and Innovation Centre (DICe) yang dimiliki PHR sejak 8 Agustus 2022. DICe dilengkapi sekitar 66 layar dalam bentuk digital dashboard. Hampir seluruh aktivitas di Wilayah Kerja (WK) Rokan bisa dimonitor, seperti aktivitas pengeboran atau drilling, pengadaan tanah, konstruksi, pemasangan pipa, jumlah produksi dan pengapalannya serta kegiatan-kegiatan yang terkait inisiatif untuk pekerjaan ulang sumur (work service).
Semua pekerjaan dari A sampai Z atau start to end sudah mampu terawasi. Kalau ingin melihat berapa produksi saat ini atau mengetahui apa penyebab produksi turun, semua bisa diketahui dari sini.
“DICe ini kami fungsikan untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat di level pimpinan. Fasilitas ini sangat mendukung rencana kerja massif dan agresif PT PHR dalam mencapai target yang diinginkan,” kata Vice President Corporate Affairs PT PHR, Sukamto, Jumat (21/10/2022).
Menurut Deputy Project Management Office PT PHR, Totot Eko Harianto, data di-update setiap 12 jam sekali, yaitu setiap Pukul 06.00 WIB dan Pukul 18.00 WIB setiap hari. Bila terjadi kesalahan dalam peng-input-an, operator di control room bisa mengetahui dari analisis data sebelumnya.
“Semua informasi big data ini tersimpan dengan baik di sistem kami. Kita memiliki SOP untuk menjaga digital security-nya,” kata Totot.
Apa yang dilakukan di DICe tidak hanya memonitor, tetapi bagaimana setiap masalah di lapangan bisa diselesaikan dengan pengambilan keputusan secepat-cepatnya. Semua orang dari fungsi terkait di PHR selalu hadir di setiap pagi, antara pukul 08:00 – 10:00 WIB.
“Semua leader ada di sana setiap pagi. Kalau ada masalah, langsung diambil keputusan. Inilah yang dikatakan agresif tadi, kita tidak menunggu-nunggu lagi. Melakukan koordinasi antar-fungsi juga menjadi mudah,” tambah Sukamto.
Kalau petugas di rig mengalami kendala, misalnya rig tidak bisa bergerak saat akan pindah dari Bangko ke Balang, maka jauh hari persoalan tersebut sudah diketahui. Sebelum proses pemindahan rig dilakukan, semua kendala itu diatasi.
Bila kendalanya lantaran jalan yang rusak, maka pihak konstruksi segera diturunkan ke sana memperbaiki jalan. Demikian pula bila ada gangguan kemananan, maka orang-orang security harus sudah ada di sana melakukan pengamanan.
“Sebelum pergerakan rig, semua sudah kita amankan. Semua fungsi harus memastikan pergerakannya tanpa hambatan. Rig perlu diamankan karena merupakan alat utama dalam industri minyak dan gas bumi (Migas). Hampir 60 persen rig di Indonesia, adanya di WK Rokan,” jelas Sarjana Teknik Mesin tersebut.
Data produksi akan ter-print secara otomatis setiap Pukul 24.00 WIB. Data tersebut hasil peng-input-an dari masing-masing gathering station yang ada di Wilayah Kerja (WK) Rokan ke dalam sistem oleh operator di lapangan. Semua data terakumulasi dan terbaca di sistem DICe. Dari situ akan diketahui total jumlah produksi yang dihasilkan setiap harinya.
Dekan Fakutas Teknik Universitas Islam Riau (UIR), Dr. Eng. Muslim, ST, MT menilai, perkebangan teknologi besar perannya dalam industri hulu Migas. “Revolusi industry telah memberi kontribusi yang besar. Kita mengenal istilah artifisial intelegant atau cloud untuk penyimpanan data yang cukup besar. Dari sisi waktu, peran teknologi mempercepat proses pengambilan keputusan. Sehingga efisien dalam waktu dan tenaga,” terangnya.
Alumnus salah satu perguruan tinggi di Korea ini mencontohkan manfaat teknologi untuk memininalisir kegagalan dalam eksplorasi minyak. Selain Sumber Daya Manusia (SDM) yang betul-betul profesional, teknologi mampu memetakan bagaimana di bawah permukaan tanah. Dengan menggunakan software khusus, bisa dilihat apakah ada minyak atau tidak di dalamnya.
Mesin yang disebut mesin simulasi dengan software khusus itu akan mempelajari trend berdasarkan data yang ada atau pola yang ada. Jadi tidak manusia lagi berpikir secara konvensional. Mesin yang sifatnya seperti robot tersebut akan memberikan keluaran atau output dari input yang diberikan.
Semua data yang dibutuhkan di-input ke mesin simulasi itu, seperti data hasil seismic, sifat batuan, sifat air dan lain sebagainya.
“Data yang banyak itulah yang kemudian diproses dengan mesin simulasi. Dari situ akan keluar perhitungan minyaknya ada di mana, jumlahnya berapa dan seterusnya. Informasi ini sangat diperlukan oleh ahli eksplorasi, walaupun belum tentu 100 persen benar. Biasanya daerah yang belum pernah memiliki sumur, tingkat kegagalannya cukup tinggi,” jelas Muslim.
Dari sisi waktu, teknologi bisa memangkasnya. Demikian pula dari sisi tenaga dan biaya.
Teknologi digital seperti yang digunakan PT PHR juga bisa diterapkan atau diadopsi di bidang lain seperti di pemerintahan. Platform tersebut bisa digunakan untuk data kependudukan, data keuangan dan lain sebagainya.
“Efisiensi waktu dan ketepatan memprediksi, itulah yang kita harapkan dari mesin learning tersebut,” kata doktor di bidang Migas ini.
Sebelum DICe
Sebelum ada DICe, masing-masing fungsi kerja memiliki sistem sendiri. Bidang Operation mengawasi sendiri, demikian pula orang listrik. Sekitar Tahun 2018, semua sistem itu digabungkan menjadi satu dengan teknologi Integrated Optimization Decision Support Center (IODSC) dengan pusat kontrol di Minas. Tapi yang diawasi hanya pergerakan rig dan kondisi operasi pompa-pompa besar.
Lalu dikembangkan lagi dengan membuat system journey management. Setiap kendaraan perusahaan dan kontraktor PT PHR diberi G Track sehingga bisa diketahui lokasi kendaraan itu ada dimana dan kecepatan berapa. Hal tersebut memudahkan dalam membuat perencanaan perjalanan.
Setelah alih kelola dari PT Chevron Pasifik Indonesia ke PT PHR, manajemen melihat sistem di atas masih kurang. Kemudian muncul ide membuat War Room di kantor utama. Semua fungsi operasi sudah mulai dimasukan ke war room atau integrated sistem. Itulah cikal bakal DICe.
Setelah alih kelola pada 9 Agustus 2021, operasi hulu Migas dilakukan secara masif dan agresif. Masif dalam artian banyak dan agresif dalam artian cepat. Adanya lompatan kegiatan yang begitu besar dan kompleks tersebut, tentu saja semua harus diawasi, dimonitor dan terintegrasi.
“Kami perlu satu space yang lebih besar, dimana nanti tidak hanya cerita koordinasi operasinya saja tapi juga semua komponen-komponen lain, pergerakan-pergerakan rig, kegiatan di pelabuhan, gathering station. Untuk itu kita perlu banyak layar tambahan. Maka dibuatlah Digital & Innovation Centre (DICe) ini setelah tiga bulan alih kelola,” papar sosok yang sudah bekerja di hulu Migas sejak tahun 1993 tersebut.
Fungsi DICe sebenarnya sama dengan war room, hanya saja diperkaya dengan beberapa fitur yang memungkinkan koordinasi antar fungsi bisa dilakukan dari A sampai Z. Termasuk memonitor kegiatan keselamatan kerja.
Dengan mengusung teknologi Power BI, DICe dirancang dan dibuat sendiri oleh karyawan PT PHR. Mereka berinovasi menggunakan beberapa platform teknologi yang sudah ada. Semua itu digabungkan hingga menjadi satu sistem yang kemudian digunakan saat ini. Operator di setiap bagian tinggal meng-input data dan data tersebut akan tampil di dashboard DICe.
Sebelum ada koordinasi yang terintegrasi tersebut, kendala karena kerusakan jalan, lokasi yang banjir, alat yang belum tersedia dan sebagainya, belum tertangani dengan cepat. Waktu akan terpakai lebih lama dalam mengatasi semua permasahan-permasahan itu.
Sejak DICe dioperasikan, waktu bisa dipangkas lebih banyak. Demikian pula biaya dan tenaga. Hal tersebut cukup signifikan sumbangsihnya bagi industri hulu Migas yang padat modal dan padat teknologi.
DICe yang saat ini berada di Rumbai, menjadi pusat kendali operasional terbesar di Industri Hulu Migas Indonesia. Meliputi 7 kabupaten di Riau, WK Rokan memiliki luas 6.264 Km2. Untuk Tahun 2022, target pengeboran yang ditetapkan sebanyak 400-500 sumur. Dan sejak Agustus 2021 hingga Agustus 2022, PHR sudah berhasil mengebor 464 sumur, hingga jumlah keseluruhan sumur saat ini mencapai 11.300 lebih.
Target produksi pada Bulan Desember 2022 sebesar 170.000 barel per hari. Angka produksi kita saat ini (Oktober, red) sudah mencapai 162.000 barel per hari.
“Itu effort yang luar biasa yang sudah dilakukan teman-teman. Mungkin kalau kita tidak buat seperti sekarang, mungkin tinggal 120.000 barel saja. Ada 40.000 barel yang kita kejar, dan itu tidak gampang,” tandas Sukamto.
Berdasarkan data SKK Migas per 31 Agustus 2022, wilayah kerja hulu Migas di Indonesia mencapai jumlah 174 dengan investasi sebesar USD 6,8 Miliar. Capaian jumlah produksi gas bumi per tanggal yang sama tercatat 5354 MMSCFD-956 MBOEPD (ribu barel setara minyak bumi per hari). Untuk minyak bumi capainnya sebesar 606,4 MBOPD, sedangkan minyak dan gas bumi sebesar 615.2 MBOEPD.*
Penulis: Winahyu Dwi Utami
Video: WD Utami
Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2022.