Bambu jenis tanaman rumput-rumputan memiliki berjuta manfaat yang sudah dikenal luas di Indonesia. Selain lekat dengan nilai-nilai budaya tradisional, bambu memiliki fungsi ekologis sebagai tanaman dengan potensi konservasi tinggi. Buluh menjadi penting bukan karena banyaknya jenis bambu Indonesia sehingga perlu dipertahankan, tetapi lantaran peranannya dalam pelestarian alam.
Pemanfaatan bambu untuk konservasi telah lama dilakukan. Semua itu bisa dilihat dari banyaknya rumpun tanaman endemik Indonesia ini di sepanjang sungai, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Melalui kemampuannya dalam menyerap air dan mengikat tanah, bambu dapat mencegah terjadinya erosi, sedimentasi, dan longsor. Terkait mitigasi perubahan iklim, bambu dapat menyerap lebih dari 100-400 ton/ha/ tahun karbon dioksida.
Mengutip dari Yayasan KEHATI (Keanekaragaman Hayati Indonesia), rimpang tanaman bambu yang saling terjalin dalam satu rumpun menjadi pencegah tanah longsor, dan penyimpan air yang baik. Kelompok tani padi organik di Kali Jambe, Lumajang telah memanfaatkan bambu untuk konservasi air, sehingga lahan pertanian mereka mendapatkan air yang cukup dan bersih.
Bambu di sepanjang sungai Ciliwung, misalnya, telah menjadi penjaga kualitas sungai itu, meskipun tekanan pencemaran sangat tinggi. Di sekitar rumpun bambu yang ada di tepi sungai, sering dijumpai adanya sumber air yang terus mengalir. Hal ini menunjukkan bahwa bambu merupakan tanaman yang baik untuk konservasi air. Rumpun padi yang ada di air juga merupakan sarang yang baik untuk satwa air di sungai.
Indonesia termasuk negara dengan keragaman produk bambu yang tinggi. Dikutip dari lipi.go.id, dari 1.439 jenis bambu di dunia, 162 jenis bambu ada di Indonesia. Dari semua yang tumbuh di tanah air, terdapat 124 jenis asli Indonesia dan 88 jenis endemis. Jenis bambu tersebut menghasilkan manfaat dan produk yang beragam. Di bidang seni, terdapat alat musik bambu seperti seperti Angklung (Sunda), Ridik (Bali) dan Calung (Sunda dan Jawa). Pemanfaatan bambu untuk konstruksi, peralatan rumah tangga, konsumsi, dan obat herbal juga telah lama dikenal masyarakat nusantara.
“Kehidupan masyarakat Indonesia tak lepas dari fungsi tanaman bambu, bahkan dari sejak lahir sampai meninggal. Namun, masih sedikit masyarakat Indonesia termasuk generasi muda yang memiliki pengetahuan tentang bambu, baik dari jenis, manfaat, keunggulan, dan perannya dalam menjaga peradaban dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan semua pihak untuk mengedukasi, sekaligus melestarikan tanaman bambu Indonesia,” kata Manajer Program Pertanian Yayasan KEHATI Puji Sumedi Hanggarawati melalui siaran pers yang diterima Bentalanews.id, belum lama ini.
Masyarakat tradisional Indonesia di masa lalu menggunakan bambu sebagai alat untuk memotong tali pusar bayi. Suku Jawa dan Sunda khususnya, menyayat kulit sebatang bambu untuk mendapatkan potongan tipis yang tajam. Orang Jawa menyebut pisau tajam dari kulit bambu ini sebagai Welad.
Dahulu dukun sunat juga menggunakan welad. Bahkan ada catatan bahwa tepung berwarna kuning kecoklatan yang terdapat di dalam rongga bambu digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka sunat. Tepung tersebut ditaburkan di atas luka. Belum ada catatan tentang senyawa aktif apa yang ada dalam tepung buluh bambu yang berperan dalam penyembuhan luka.
Ketika si bayi beranjak besar, bisa berdiri dan belajar berjalan, orang tuanya akan membuatkan alat yang membantunya belajar berjalan sendiri. Dua batang bambu akan disatukan membentuk huruf “L” terbalik. Di tanah akan ditancapkan sebatang bambu atau kayu yang lebih kecil, sehingga bisa masuk ke lubang bambu yang pertama. Si anak akan memegang batang bambu horizontal dan mulai melangkahkan kaki berputar. Inilah alat untuk bayi belajar berjalan yang praktis dan mudah dibuat.
Kontruksi Bangunan
Bambu dapat digunakan sebagai bahan kontruksi bangunan, baik sebagai komponen utama, maupun pendukung. Sebagai bahan kontruksi utama, bambu dapat digunakan sebagai tiang jembatan atau rumah. Bahkan, sebuah rumah dapat dibuat dengan sepenuhnya menggunakan bambu, dimana tiang, atap, dinding, sampai perabotan yang mengisi didalamnya menggunakan bambu.
Jenis bambu yang biasa digunakan untuk kontruksi bangunan biasanya yang berjenis diameter besar, tebal, dan panjang, seperti bambu petung, bambu gombong, dan bambu hitam. Bambu ampel juga bisa digunakan untuk kontruksi, hanya saja secara umum buluhnya tidak mencapai sepanjang dari 3 jenis bambu tersebut, dan memiliki kandungan pati yang tinggi, sehingga mudah diserang serangga bubuk. Selain jenis di atas, bambu tali dan bambu apus juga dapat digunakan untuk kontruksi.
Untuk membuat jembatan, bambu juga bisa menjadi konstruksi utama. Di Jawa pada masa lalu, ketika infrastruktur jalan dan jembatan masih terbatas, masyarakat secara mandiri membangun jembatan dari bambu (sasak), jika kayu dirasakan tidak banyak atau berharga lebih tinggi. Bahkan sekadar untuk membuat titian di atas sungai kecil, bambu merupakan pilihan yang paling mudah didapat dan dikerjakan.
Banyak rumah adat tradisional di Indonesia dari Pulau Sumatera sampai Pulau Papua yang berbahan bambu, baik sebagai kontruksi utama maupun pendukung, seperti Rumah Rakit (Sumsel), Rumah Adat Baduy (Banten), Rumah Adat Bali, Rumah Adat Honai (Papua), dan lain-lain.
Untuk peralatan rumah tangga, bambu umumnya dibuat anyaman. Batang bambu memungkinkan dibuat pipih sampai kurang dari 1 milimeter sampai beberapa milimeter, namun masih lentur untuk dianyam. Karakter inilah yang memungkinkan bambu menjadi berbagai peralatan rumah tangga yang dibuat oleh masyarakat. Menurut Pendiri Yayasan Bambu Indonesia, Jatnika Naggamiharja terdapat lebih dari 1.500 produk berbasis anyaman di Indonesia.
Pada masyarakat agraris di nusantara, khususnya di Jawa dan Bali, bambu merupakan material yang sangat dibutuhkan dalam proses panen dan pasca panen. Petani memanen hasil kebun menggunakan tenggok (keranjang bambu untuk menampung hasil panen), kemudian menjemur dan menyimpan dengan anyaman bambu yang lebih besar. Untuk mengelola hasil panen seperti membuat kerupuk, lanthing, dan rengginang menggunakan alat jemur berbahan bambu, termasuk digunakan petani untuk menjemur tembakau.
Produk Seni
Alat musik yang menggunakan bambu biasanya merupakan alat musik tiup dalam bentuk seruling dengan berbagai kekhasannya, seperti di Peru (Peruvian Flute), Jepang (Shakuhachi flute), China (Sheng), dan juga di Indonesia.
Di masyarakat nusantara, alat musik dari bambu berkembang lebih jauh dan sangat khas, karena tidak terbatas pada alat musik tiup. Di Indonesia bagian timur, misalnya, alat musik tiup dari bambu sudah berkembang sehingga menyerupai terompet dengan berbagai ukuran sehingga bisa dimainkan sebagai orkestra. Kompetisi orchestra musik bambu di Gorontalo dan Sulawesi Utara merupakan kegiatan yang sering diselenggarakan.
Lebih dari itu, di nusantara berkembang juga alat musik perkusi dari bambu. Di masyarakat Sunda dikenal angklung. Di berbagai daerah di Jawa dan Sunda serta Bali, juga digunakan bambu untuk ridik atau calung dengan cara memukul untuk membunyikannya. Bahkan di daerah Banyumas dan sekitarnya dalam satu perangkat gamelan tradisional untuk mengiringi tarian (lengger, misalnya) gongnya terbuat dari bambu besar yang dibunyikan dengan cara ditiup.
Selain itu, pada seperangkat gamelan, selain seruling yang diguanakan dalam sebuah orkestra, bambu merupakan material pendukung yang tidak tergantikan, khususnya untuk membuat ruang resonansi pada gender dan demung, sehingga suaranya lebih nyaring.
Angklung makin merdu terdengar setelah UNESCO mengakui sebagai warisan budaya asli Indonesia untuk dunia, suara ridig di Bali mengalun dan menenangkan jiwa, centhing tampil di meja restauran untuk hidangan kita, rumah tetirah dan vila dari bangunan bambu menjadi tempat nyaman untuk hari libur, serta batang-batang bambu tumbuh di taman kota dan desa.
Alat Transportasi
Untuk transportasi, bambu paling umum dibuat menjadi rakit. Rakit bambu dalam ukuran yang pendek, sekitar tiga meter dengan sekitar delapan batang bambu biasa digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan dengan jala tebar. Bentuknya yang datar dan cukup stabil membuat nelayan leluasa berdiri di atas rakit dan gerakannya bebas untuk melemparkan jala. Rakit ini membantu nelayan untuk menjangkau perairan di sungai atau danau yang tenang yang diduga terdapat banyak ikan.
Rakit yang panjang, biasanya menggunakan bambu secara utuh dirangkai secara berjajar, sehingga ujungnya mencuat ke atas, biasanya digunakan untuk mengangkut barang, atau untuk penyeberangan. Rakit jenis ini bahkan bisa digunakan untuk mengangkut barang yang cukup besar dan banyak, termasuk sepeda motor.
Pada masa lalu, ketika sungai merupakan alur transportasi yang penting, rakit merupakan moda transportasi yang efektif untuk menelusuri sungai. Tenaga penggeraknya hanya dengan kekuatan manusia yang menggunakan galah bambu untuk mendorong rakit bergerak, bahkan galah ini mungkin hanya untuk mengendalikan arah rakit yang bergerak memanfaatkan arus air.
Dalam transportasi air, bambu biasanya digunakan juga sebagai cadik atau kitir sampan yang diikat pada sebatang kayu yang melintang, sehingga posisi bambu sejajar dengan perahu. Cadik ini untuk membantu keseimbangan sampan dan tidak terobang-ambing gelombang yang membuatnya bisa terbalik. Selain itu, bambu juga bisa dibuat menjadi gerobak.
Untuk Upacara
Pada pemakaman, jenazah biasanya dibawa dengan keranda yang dibuat segera dengan bambu, dan batang-batang bambu juga digunakan untuk menutup jenazah di liang lahat sebelum ditimbun tanah. Di masyarakat Hindu Bali, upacara pembakaran jenazah (palebon atau ngaben) membutuhkan banyak bambu untuk mengusun jenazah dalam konstruksi yang tinggi dan besar. Di masyarakat Toraja, seperti di Rantepao, jenazah yang ditempatkan di liang batu di sebuah tebing yang tinggi membutuhkan banyak bambu untuk mengangkatnya. Bahkan pada kalangan elit, rumah-rumah bambu harus dibuat untuk keperluan upacara pemakaman yang megah.
Sesaji pada masyarakat Hindu atau penganut agama lokal masih banyak yang menggunakan bambu. Di Bali, penjor yang di tempatkan di banyak tempat memeriahkan hari-hari penting keagamaan. Batang bambu yang menjulang dan melengkung dengan hiasan janur menjadi unsur yang penting dalam ritual keagamaan ini. Sesaji umumnya juga diletakkan dalam wadah dari anyaman bambu.
Untuk Senjata
Buluh bambu, khususnya bagian luar dengan serat yang padat dan keras bisa diruncingkan dan menjadi tajam. Ujung bambu yang tajam ini menjadikan bambu bisa menjadi senjata yang efektif, dan mudah dibuat. Di masyarakat tradisional bambu bisa menjadi senjata berburu untuk melumpuhkan buruan dengan cara ditusuk. Kulitnya yang disayat tipis bisa menjadi pisau yang tajam untuk mengiris. Di desa-desa, untuk membersihkan belut, misalnya, lebih efektif menggunakan welad (kulit bambu) untuk membuka perut dan membersihkan isinya.
Selain itu, buluh bambu ini bagus digunakan untuk membuat gendewa (panah) yang memperkuat daya lontar terhadap anak panah, bahkan masih bisa melengkung sekalipun bambu telah kering. Sifat ini (hanya pada beberapa jenis bambu) tidak dimiliki oleh umumnya kayu, atau rotan.
Makanan dan Obat
Bambu untuk makanan, biasanya diambil dari rebungnya, yaitu rimpang muda yang masih tertutup pelepah dan sebagian ujungnya mencuat ke permukaan. Rimpang ini berdaging terbal dan lunak, sehingga bisa dimasak. Di masyarakat, rebung biasanya dijadikan sayur lodeh atau bahan isian untuk lumpia. Jenis-jenis bambu yang rebungnya enak dimakan, yaitu bambu ampel dan bambu lengka (Gigantochloa nigrociliata).
Bambu untuk obat dikenal secara tradisional cukup lama, meskipun belum cukup penelitian untuk membuktikannya secara medis. Bagian bambu yang digunakan untuk obat antara lain adalah tepung yang ada di bagian dalam lubang buluh. Bubuk ini digunakan untuk mengobati luka, termasuk mempercepat penyebuhan pada sisa sayatan sunat. Ada catatan bahwa bubuk ini juga digunakan untuk mengatasi penyakit asma.
Belakangan juga diperkenalkan pemakaian daun bambu yang diseduh untuk menurunkan tekanan darah dan kadar gula dalam darah. Namun belum banyak catatan jenis bambu apa. Beberapa menyebutkan jenis bambu kuning. Namun bambu di Indonesia yang buluhnya berwarna kuning cukup banyak.
Selain itu, bambu cangkoreh yang tumbuh di hutan di Jawa Barat (Taman Nasional Gunung Halimun) mempunyai keistimewaan, jika dipotong air akan menguncur. Air ini digunakan secara tradisional untuk diminum, dan mengobati penyakit asma, atau digunakan untuk tetes mata.
Sumber Energi
Pemanfaatan bambu untuk energi, sejauh ini yang umum adalah dijadikan kayu bakar atau dibuat arang. Buluh bambu, bagian pangkal, buluh tengah dan bagian atas, bahkan bagian rimpang bisa dijadikan arang (bamboo charcoal). Arang ini bisa dimanfaatkan sebagai bagan bakar seperti halnya pada arang yang lain, secara langsung atau melalui proses dibuat dalam bentuk briket. Bambu merupakan salah satu sumber yang bisa dikembangkan untuk menghasilkan bahan bakar (biofuel) dan potensial untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Pentingnya bambu dalam masyarakat di Nusantara menunjukkan kedekatan kehidupan manusia dengan bambu terasa lebih sebagai nostalgia. Pemerintah Indonesia pada tahun 2012 lalu telah menetapkan tanggal 26 November sebagai Hari Bambu Nasional. Pendeklarasian dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Komunitas Bambu Indonesia di Saung Mang Udjo di Kota Bandung.