JAKARTA – Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan laporan flagship tahunan berjudul Indonesia Energy Transition Outlook 2022 (IETO 2022). Peluncuran Laporan IETO edisi kelima tersebut dilakukan melalui diskusi secara daring dengan dua orang pembicara kunci yaitu Direktur Eksekutif IESR,Fabby Tumiwa dari Menteri Energi dan Sumber Daya Minerral (ESDM) RI, Arifin Tasrif, Selasa (21/12/2021). Hadir juga panelis dari berbagai lembaga dan penulis laporan.
Diskusi tersebut memberikan gambaran perkembangan transisi energi di Indonesia serta proyeksinya di tahun 2022 serta kaitannya dengan tantangan krisis iklim yang akan menentukan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan bagi dunia dan Indonesia.
IESR dalam laporan tahunan IETO 2022 menilai, pengembangan energi terbarukan di Indonesia pada 2021 masih berjalan lambat dan tidak on track dengan target 23% bauran energi terbarukan di 2025. Hingga September 2021, total kapasitas terpasang energi terbarukan hanya mencapai 10.827 MW atau bertambah sekitar 400 MW. Sementara untuk mencapai target KEN dan RUEN di 2025 kapasitas pembangkit energi terbarukan diperkirakan harus minimal mencapai 24.000 MW atau sekitar 2-3 GW penambahan kapasitas energi terbarukan setiap tahunnya. Sedangkan agar sesuai dengan Persetujuan Paris, dibutuhkan setidaknya 11-13 GW pembangkit energi terbarukan untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia yang mencakup sektor pembangkitan listrik, transportasi dan industri pada tahun 2050.
Selain itu, pemanfaatan energi surya pun terbilang tidak signifikan, hanya meningkat 18 MW yang didominasi PLTS atap. Bandingkan dengan kebutuhan 10-11 GW PLTS atap tiap tahunnya untuk mendorong bebas emisi pada 2045 di sektor ketenagalistrikan. IESR memandang PLTS atap merupakan peluang untuk memaksimalkan kontribusi masyarakat dan badan usaha untuk ikut berinvestasi dalam proses dekarbonisasi.
Untuk lebih jelas, Laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2022 dapat diunduh pada: s.id/IESR_IETO2022. (rls)