JAKARTA – Pemerintah Kerajaan Inggris berkomitmen untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan mewujudkan energi bersih pada tahun 2030. Inggris juga akan mendukung program negara-negara yang berada di garis depan krisis iklim, termasuk Indonesia.
Komitmen itu disampaikan Direktur Pembangunan Internasional untuk Indonesia, Kedutaan Besar Kerajaan Inggris, Amanda McLoughlin saat menghadiri acara pembukaan Green Press Community 2024 di Mbloc Space, Jakarta Selatan, Sabtu, 23 November 2024.
“Dengan berakhirnya COP29 di Azerbaijan, Inggris menegaskan kembali komitmennya terhadap aksi iklim yang berani dan kemitraan global untuk mengatasi tantangan besar di zaman ini,” ungkap Amanda kepada wartawan.
Diskusi COP tahun ini, kata Amanda, berpusat pada penetapan target pendanaan iklim global yang baru dan meningkatkan ambisi nasional pemerintah Kerajaan Inggris melalui peningkatan kontribusi yang ditentukan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDCs).
“Kami juga bangga memperjuangkan Global Clean Power Alliance (GCPA) yang diluncurkan oleh Perdana Menteri Keir Starmer pada KTT G20 baru-baru ini di Brasil. GCPA menyatukan negara-negara dan industri untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan,” terangnya.
Inggris akan terus memimpin, memberi contoh dengan mewujudkan energi bersih pada tahun 2030 dan mendukung negara-negara yang berada di garis depan krisis iklim, seperti Indonesia.
Amanda memastikan, kemitraan dengan Indonesia menjadi landasan yang kuat bagi negaranya untuk berkolaborasi dengan Indonesia. Apalagi kunjungan Presiden Prabowo ke Inggris merupakan kesuksesan besar. Ia berharap kunjungan itu dapat memperkuat kemitraan Inggris dengan Indonesia di banyak bidang penting termasuk persoalan iklim.
Dalam merayakan 75 tahun kerjasama diplomasi antara Pemerintah Kerajaan Inggris dengan Republik Indonesia, Amanda ikut menyoroti peran penting jurnalisme independen dalam meningkatkan kesadaran publik dan menjaga akuntabilitas para pengambil keputusan.
“Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, bekerja sama dengan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ). Kita tetap berkomitmen memperkuat jurnalisme iklim di Indonesia dengan menyediakan alat dan pelatihan yang dibutuhkan jurnalis agar menghasilkan pemberitaan yang berdampak, akurat dan berkualitas tinggi,” tuturnya.
Peningkatan Kapasitas Jurnalis
Pergerakan isu lingkungan, perubahan iklim, net zero energi dan semua isu lingkungan perlu diperdalam jurnalis lingkungan agar setiap karya jurnalistik yang dilaporkan ‘bernyawa.’
Menurut Juru Bicara Kedutaan Inggris di Indonesia, Faye Belnis, isu perubahan iklim dan perlindungan lingkungan adalah salah satu isu utama yang menjadi tujuan pemerintahan Inggris di Indonesia.
“Alasan itu juga yang membuat Kedutaan Besar Inggris di Indonesia setuju untuk membantu jurnalis di Indonesia mendapatkan kesempatan meningkatkan kapasitas mereka. Diharapkan jurnalis lingkungan memiliki kredibilitas dan mampu menghasilkan karya jurnalistik yang tak hanya akurat tapi juga tajam,” kata Faye Belnis dalam sambutannya di pelatihan bertajuk “Upscaling Your Media by Increasing Your Media Performance” yang diadakan SIEJ bekerjasama dengan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Jumat, 22 November 2024.
Pelatihan yang diikuti oleh 17 jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia itu menghadirkan dua praktisi media, Tosca Santoso, seorang praktisi dan pakar media yang bergerak independen dan Helena Rea, Head of Project BBC Media Action.
Tosca mengatakan, untuk mengembangkan sebuah media, bukan hal haram jika media mendapatkan pendanaan dari donor. Tapi media dan jurnalis tetap wajib mengembangkan diri dan revenue sesuai media masing-masing.
“Ketergantungan media pada donor sebaiknya tidak lebih dari 30 persen. Selebihnya media dan jurnalis harus mampu mengembangkan dirinya dan mengurangi sedikit demi sedikit ketergantungan pada donor. Sebab, makin tinggi ketergantungan media pada grant, maka semakin lemah media tersebut,” kata Tosca Santoso.
Helena Rea menyampaikan tentang bagaimana sebuah media wajib mempelajari audience-nya. Menurutnya mengenal audience dengan baik akan membuat media mampu menyuguhkan apa yang diinginkan audience sehingga menimbulkan loyalitas pada media tersebut.
Selain itu, ia mengingatkan agar media yang ingin stabil juga harus memikirkan pengembangan secara bisnis. “Jadi media yang ingin stabil bukan hanya punya tim yang khusus memikirkan konten, tapi juga punya tim yang khusus memikirkan pengembangan bisnisnya. Terutama bagaimana memahami value media itu sendiri,” tutur Helena.
Namun Helena menegaskan bahwa mengembangkan bisnis bukanlah tugas jurnalis. Sebab tugas jurnalis hanyalah memikirkan konten. (Rls)